• Tutorial
    • D U N I A P E N D I D I K A N

      Senin, 04 Mei 2015

      MAKALAH KONTEKS DAN PENAFSIRAN WACANA

      BAB I
      PENDAHULUAN

      A.  Latar Belakang
      Wacana bersifat kontekstual, sebuah ujaran yang sama namun memiliki konteks yang berbeda akan menghasilkan dua wacana yang berbeda. Sebagai contoh adalah dua orang yang saling bercakap-cakap dalam status percakapan antar teman atau antar orang yang berstatus sama, setelah beberapa menit kemudian dapat menempatkan mereka dalam status yang berbeda seperti antara dokter dan pasiennya. Ciri berikutnya yaitu wacana didukung oleh subjek, hal ini berarti bahwa wacana selalu berkaitan dengan subjek. Biasanya subjek muncul menentukan siapa yang bertangggung jawab terhadap apa yang di ujarkan (Maingueneau, 1998:40-41)
      Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat paragraf, hingga karangan utuh. Tujuannya, tidak lain, untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar.
      Kajian wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Hal ini menunjukkan, bahwa untuk memahami wacana dengan baik dan tepat, diperlukan bekal bekal pengetahuan kebahasaan, dan bukan kebahasaan (umum). Pernyataan itu mengisyaratkan, betapa luas runag lingkup yang harus ditelusuri dalam kajian wacana (Soenjono Dardjowidjojo, 1986:108).

      B.  Rumusan Masalah
      1.      Apa dan bagaimana lingkung wacana?
      2.      Apa dan bagaimana prinsip-prinsip wacana?
      C.  Tujuan
      1.      Untuk mengetahui dan menjelaskan lingkung wacana.
      2.      Untuk mengetahui dan menjelaskan prinsip-prinsip wacana.
      BAB II
      PEMBAHASAN
      A.  Lingkung Wacana
      Berbicara mengenai lingkung sebenarnya tidak terlepas dengan nas itu sendiri. Nas dan lingkung merupakan dua proses yang bersamaan (Halliday, 1992). Lebih jauh ia juga mengatakan bahwa ada nas dan ada nas lain yang menyertainya. Nas yang menyertai nas itu disebut lingkung. Pengertian hal yang menyertai nas itu meliputi ujaran lisan dan tulisan serta kejadian-kajadian nirkata yang terdapat di lungkungan nas.
      Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa lingkung wacana dapat dikelompokkan atas dua bagian yakni lingkung eksternal dan internal. Lingkung eksternal meliputi lingkung situasi dan lingkung budaya, sedangkan lingkung internal adalah lingkung yang gayut dengan rangkain ujaran baik lisan maupun tulisan.

      a.      Lingkung Situasi
      semua pemakaian bahasa mempunyai lingkung. Maksud lingkung situasi disini adalah tempat nas itu benar-benar berfungsi. Lingkung situasi ini sebenarnya berkaitana erat dengan pemakaian bahasa secara pragmatis. Secara tegas dinyatakan bahwa pemahaman makna pesan akan dapat dipahami dengan baik mana kala kita memahami lingkung ujaran. Dalam kaitannya dengan hal ini, Brown dan Yule (1996) memberikan beberapa istilah yang perlu di perhatikan penganalisis wacana dalam menafsirkan wacana berdasarkan hubungan antara penutur dan ujaran. Ada empat istilah yang diberikan. Istilah tersebut diuraikan sebagai berikut:
      1.      Referensi
      Pandangan semantik tradisional mengemukakan bahwa referensi merupakan hubungan antara kata-kata dan barang-barang; kata-kata yang mengacu pada (refer to) barang-barang (Lyons,1968).
      Istilah referensi dalam hal ini adalah ferensi kewacanaan. Menurut Samsuri (1987:57) dalam semantik formal yang dirujuk mesti benar, sedangkan dalam wacana apa yang dimaksud oleh pembicara dan penulis, tepatnya referensi yang berhasil (lihat Lyons, 1981). Untuk itu tujuan memahami amanat bahasa yang sedang berlaku, referensi yang berhasil bergantung pada pengenalan atau identifikasi pendengar akan referensi yang dimaksud oleh pembicara berdasarkan ungkapan yang dipakai untuk mengacunya.

      2.      Praanggapan
      Praanggapan menurut Stalnaker (1978:321) merupakan pengertahuna bersama (common ground) anatara pembaca dan pendengar sehingga tidak perlu diutarakan. Sumber praanggapan adalah pembicara. Pembicaralah yang berpraanggapan bahwa pendengar memahami apa yang di praanggaapkan.
      Contoh (53)
      A: Paman saya datang dari Padang pagi tadi.
      B: Berapa lama ia akan tinggal disini?
      A: oh, saya belum tau.
      Pada penggalan pada percakapan diatas, penutur A memperlakukan informasi bahwa ia mempunyai seorang paman, sebagai praanggapan dari penutur B. Hal ini terlihat dari ujaran pertanyaan “ Berapa lama ia akan tinggal disini?” B telah menerima praanggapan itu. Hal ini sesuaia dengan pendapat (Givon dalam Brown dan Yule, 1996) bahwa praanggapan yang diperlukan dalam analisis wacana adalah praanggapan pragmatis. Pembicara menyampaikan informasi yang kemungkinan besar akan dipahami oleh pendengar tanpa menemui kendala.

      3.      Implikatur
      Implikatur yang diutarakan oleh Grice (1975) dimaksudkan sebagai ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebernya diucapkan. Lebih rinci dikata dengan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur.
      Implikatur dapat dibedakan atas dua katagori yakni implikatur konvensional dan implikatur percakapan. Implikatur konvensional merupakan yang ditentukan oleh arti konvensional kata-kata yang dipakai. Pada contoh (53) berikut, penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (ramah) disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Indonesia), tetapi bentuk ungkapan yang dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti ada. Makna dalam implikatur konvensional telah menjadi konvensi bersama. Hal ini berarti implikatur yang terdapat dalam sebuah tuturan sudah menjadi pengetahuan umum. Misalnya orang Indonesia dikenal ramah, orang Banten dan orang Aceh dikenal sebagai orang keras dan berani. Implikatur tidak perlu dinyatakan dalam tuturan.
      Contoh (55)
      a.       Wisatawan manca negara tidak perlu ragu berkunjung ke Indonesia. Semuanya akan aman dan menyenangkan.
      b.      Orang sini tampaknya masih perlu mendapatkan pelajaran. Apa tidak tahu kalau orang Banten.
      Implikatur percakapan adalah implikatur yang timbul dari nas percakapan. Implikatur itu dimaksudkan oleh penutur dengan tuturan dalam nas percakapan. Makna ujaran ditangkap oleh mitra tutur dari nas percakapan itu. Karena implikatur percakapan itu didasarkan pada nas percakapan, kepekaan partisipan tutur terhadap mauatan implikatur sangat diperlukan. Hal ini sangat penting agar hubungan antar tuturan dalam percakapan menjadi wajar.
                  Contoh (56)
                  A: Ada Bentoel?
                  B: Mau beli berapa?
                              Kalimat yang ditutur oleh A memberikan implikatur bahwa A mau membeli rokok dan kalimat yang dituturkan B memberikan implikatur bahwa di tempat A berjualan rokok. Dengan penfsiran itu, kalimat A dan kalimat B tampak berhubungan secara wajar.
         Sehubungan dengan saran-saran Grice mengenai bagaimana istilah implikatur yang dipakai dalam analisis wacana Brown dan Yule (1996) menyatakan bahwa implikatur adalah segi-segi pragmatis arti dan mempunyai ciri-ciri tertentu yang dapat diidentifikasikan.
      4.      Inferensi
      Inferensi merupakan simpulan yang terungkap dari sebuah wacana baik lisan maupun tulis.
      Contoh (57)
      a.       Dikota kelahirannya, bahkan dinegaranya, Caves dipuja-puja bak pahlawan. Dia petinju juaru dunia yang rendah hati. Dikalangan orang miskin dia dikenal sebagai dermawan. Karena itu, Caves, dikenal sebagai petinju yang tidak punya musuh diluar ring.
      b.      Sebagai suami dan bapak, Didi tidak pernah berlaku kasar baik kepada istrinya maupun kepada kedua anaknya. Berkata-kata kasarpun tidak pernha. Dia sangat memperhatikan istri dan anak-anaknya.
      c.       Tanggal tua seperti ini repot sekali, Pak. Gaji bulan lalu sudah habis, istri tidak bisa bekerja, dan anak-anak pada sakit. Yang paling berat yang bungsu Pak. Panas dia naik turun terus  selama empat hari. Saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat.
      Inferensi apa yang dapat ditarik dari setiap wacan tersebut berdasarkan wacana contoh (a) dapat ditarik inferensi bahwa Caves adalah petinju yang baik, dan berdasarkan contoh (b) dapat ditarik inferensinya bahwa Didi adalah seorang suami dan seorang Bapak yang baik. Pada contoh ujaran (c) mengandung makna bahwa seseorang berkunjung kepada tempat orang lain dengan harapan untuk mendapatkan pinjaman uang. Sebenarnya penggalan wacana itu tidak ada pernyataan bahwa orang itu mau meminjam uang. Namun, sebagai pesapa kita dapat mengambil inferensi apa yang dimaksudnya.
                  Dalam analisis wacana sering apa yang disampaikan oleh penutur tidak dapat secara langsung dipahami oleh pendengar. Untuk itu tuturan yang diucapkan harus dipahami dengan menarik hubungan vertikal antarpartisipan.
                  Selain lingkung yang telah dikemukakan diatas ada beberapa jenis lingkung yang lain yang turut menentukan sebuah wacana yaitu waktu, tempat, adegan, peristiwa, bentuk amanat, kode dan saluran. Unsur-unsur tersebut pernah dikemukakan oleh Hymes (1974) dengan istilah yang dikenal dengan SPEAKING, yang masing-masing fonemnya merupakan faktor yang dimaksudkan. Secara meluas istilah ini diuraikan berikut ini.
      S : Setting atau Scene yaitu tempat bicara dan susunan bicara (ruang diskusi dan suasana diskusi/tempat dan suasana percakapan lain). Misalnya percakapan di kampus Unib pada pukul 08:00 yang menghasilkan wacana antar lain:
                Yeyef  : Selamat pagi Bu!
                Iyam    : Selamat pagi.
                Yeyef  : Mau kuliah, Bu?
                Iyam    : ya, sudah terlambat ni, mari!

      P : partisipan yakni pembicara, lawan bicara, dan pendengar, misalnya antara Yeyef dengan Iyam pada contoh percakapan di atas, keduanya adalah peserta percakapan. Partisipan dalam suatu interaksi biasanya juga dipengaruhi oleh status sosial mereka masing-masing, hubungan mereka secara pribadi maupun dinas. Sebagai contoh dapat diperhatikan contoh berikut ini.
      a.       Jangan ribut ya, di sini ada ujian.
      b.      Pangsit satum kerupuk satu, dan es teh.
      c.       Meja bundar diatur didepan, yang panjang di samping dan belakang. Jangan lupa memasang taplak meja, yang berenda di depan lainya di belakang.
      d.      Maaf Pak, saya kemarin tidak dapat kuliah. Ibu saya baru masuk rumah sakit.

      Contoh ujaran di atas bila kita perhatikan secara seksama, memberikan gambaran perbedaan partisipan tutur antara ujaran satu dengan ujaran lainnya. Ujaran (a) disampaikan oleh seorang guru kepada muridnya di sekolah. Berdasarkan diksi yang digunakan ujaran itu terjadi di sekolah dasar. Ujaran (b) merupakan transaksi yang terjadi diwarung pangsit. Penutur (pembeli) menyampaikan pada penjual tentang makanan yang telah dimakannya. Walaupun tidak tampak ujaran penjual, tetapi terjadi komunikasi antara keduannya. Ujaran (c) disampaikan oleh seorang ketua atau pemimpin baik dalam institusi maupun organisasi kepada para pegawai atau anggotany yang sedang menata meja kursi untuk suatu pesta perpisahan. Ujaran (d) disampaikan oelh seorang mahasiswi kepada dosennya. Bentuk bahasa, cara penyampaiannya dipahami sesuai dengan siapa peserta ujarannya bagaimana hubungan mereka dan sebagainya.
      E : End atau tujuan yakni tujuan akhir diskusi (kegiatan). Misalnya seseorang pengajar bertujuan memberikan pelajaran yang menarik kepada parapembelajar itu sendiri. Topik yang menarik belum tentu hasilnya baik, karena sangat bergantung pada kesesuaian tujuan dengan keinginan pembelajar.
      A : Act yakni suatu peristiwa dimana seseorang pembicara sedang menggunakan kesempatan bicaranya.
      K : Key yakni nada suara dan ragam bahasa yang dipergunakan dalam menyampaikan pendapat dan cara mengemukakan pendapat. Hal ini berwujud pada saat penutur menyampaikan ujaran dengan cara bersemangat, dengan santai, atau tenang keyakinkan.
      I : Instrumen yakni alat untuk menyampaikan pendapat. Misalnya secara lisan, tertulis,lewat telepon.
      N : Norma yakni aturan permainan yang mesti ditaati oleh peserta. Norma ini mengacu pada prilaku peserta percakapan. Misalnya, diskusi yang cendrung dua arah, masing-masing peserta memberikan tanggapan (argumentasi), sedangkan kuliah cendrung satu arah meskipun diberikan kesempatan bertanya. Dengan demikian ada norma diskusi dan ada norma kuliah.
      G : Genre yakni jenis kegiatan diskusi yang mempunyai sifat-sifat lain dari kegiatan lain, wacana sajak, wacana iklan, wacana teka-teki, semuanya menunjukkan ragam yang berbeda-beda.
                  Lingkung pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu, (1) lingkung fisik (physical context) yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau prilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu. (2) lingkung epistemis (epiestemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara maupun pendengar; (3) lingkung linguistik (linguistics context) yang terdiri kalimat-kalimat atau tuturan yang mendahului suatu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi.  (4) lingkung sosial (social context) yaitu relasi sosial dan latar seting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar. (Syafi’ie, 1990:126)
                  Dalam bukunya yang lain Hymes (1964) mencatat tentang ciri-ciri lingkung yang relevan adalah.
      1)      Advesser (pembicara)
      2)      Advessee (pendengar)
      3)      Topik pembicara setting (waktu dan tempat)
      4)      Channel (penghubung, bahasa lisan, tulis dsb)
      5)      Code (dialeknya, stylenya)
      6)      Massage from ( debat, diskusi, seremoni agama)
      7)      Event (kejadian)
      (Gillian Brown 1996)
      Selain uraian di atas, konteks situasi dalam wacana juga dikemukakan oleh Halliday dengan istilah-istilah yang berbeda. Ada tiga kerangka konseptual lingkung situasi yang dikemukakakn oleh Halliday tersebut.
      1.      Medan Wacana menunjukkan pada hal yang sedang tejadi, pada sifat tindakan sosial yang sedang berlangsung: apa yang sesungguhnya yang sedang disibukkan oleh para pelibat, yang didalamnya bahasa ikut serta sebagai unsur pokok tertentu.
      2.      Pelibat Wacana menunjukkan pada orang-orang yang mengambil bagian, pada sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka: jenis hubungan peranan apa yang terdapat diantara pelibat, termasuk hubungan-hubungan tetap dan sementara, baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalm percakapan maupun rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok mempunyai arti penting yang melibatkan mereka,
      3.      Sarana Wacana menujukkan pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu; organisasi simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya, dan fungsi dalam konteks, termasuk saluran (lisan, tulisan, atau gabungan) dan juga moderetoriknya, yaitu apa yang akan dicapai teks berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan, mendidik, dan sebagainya.
      b.      Lingkung Budaya
           Bagaimanapun juga lingkungan situasi hanya merupakan lingkungan yang langsung. Masih ada latar belakang lebih luas yang harus diacu dalam menafsirkan sebuah wacana, yaitu lingkungan budaya. Setiap lingkungan situasi yang sebenarnya, susunan medan tertentu, pelibat, dan sarana yang telah membentuk nas itu, bukanlah suatu ciri kumpulan yang acak, melainkan suatu keutuhan (sebagai suatu paket) yang secara khas bergandengan dalam satu budaya.orang melakukan hal tertentu pada kesempatan tertentu dan memberinya makana dan nilai inilah yang dimaksud dengan kebudayaan.
      Sekolah meruakan contoh yang bagus tentang hal yang dalm jargon masa kini dapat disebut sebagai suatu pertemuan antara konteks situasi dan konteks budaya. Di sekolah setiap ujaran guru di ruang kelas, catatan atau karangan pelajar, bacaan dari buku teks selalu mempunyai lingkungan situasi; pelajaran dalam konsepnya apa yang harus dicapai; hubungan guru dengan murid, atau penulis buku teks dengan pembaca, dan sebagainya. Semua contoh ini merupakan contoh yang diambil dari sekolah, yang maknanya juga bersumber dari sekolah, sebagai suatu lembaga dalam suatu budaya. Konsep pendidikan dan konsep pengetahuan kependidikan yang berlainan dengan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman dan semua yang terlibat dalam aktivitas sekolah.
      Semua faktor itu membentuk lingkungan budaya, dan secara bersama menentukan penafsiran nas dalam lingkungan situasinya. Demikian juga sebagai guru, ketika kita berdiri di depan kelas dan berbicara, atau ketika kita memberikan tugas kepada murid seperti menulis laporan atau karangan, atau ketika kita menilai penampilan mereka dalam tugas-tugas, perlu diketahui dengan baik apa yang kita prakirakan.
      c.       Ko-Teks
      Sejauh ini pembicaraan kita berpusat terutama pada lingkungan fisik yang disemati ujaran-ujaran tunggal dan lebih sedikit perhatian yang diberikan kepada koordinat wacana terlebih dahulu. Lewis memasukkan koordinat ini untuk mempertimbangkan kalimat-kalimat yang mengandung referensi khusus kepada yang disebut sebelumnya pada frase-frase. Akan tetapi, sebenarnya setiap kalimat selain yang pertama pada penggalan wacana, seluruh tafsirannya secara paksa akan dibatasi oleh nas sebelumnya, tidak hanya frase-frase yang dengan jelas dan khusus mengacu pada nas sebelumnya. Apa yang telah diperikan ini dikenal dengan ko-teks. Maksudnya penafsiran wacana dapat melihat hubungan unsur-unsur dalam wacana secara leksikal.
      Untuk saat ini, hal penting yang perlu kami kemukakan adalah menegaskan kekuatan ko-teks dalam membatasi penafsiran. Bahkan, dengan tidak adanya informasi mengenai tempat dan waktu pada ujaran yang asli, bahkan dengan tidak adanya informasi mengenai penutur/penulis dan penerima yang dimaksudkannya, sering kali mungkin untuk merekonstruksikan sekurang-kurangnya bagian tertentu dari lingkungan fisiknya dan kemudian sampai pada suatu tafsiran mengenai nasnya. Makin banyak ada ko-teksnya, pada umumnya makin kuat tafsirannya. Teks mencitakn ko-teksnya sendiri.

      B.     Prinsip-Prinsip Wacana
      1.      Prinsip Lokalitas
      Prinsip lokalitas memberikan tuntutan kepada pendengar, pembaca atau analis wacana untuk tidak menciptakan konteks yang lebih luas dari yang diperlukan agar dapat diperoleh interprestasi yang paling mendekati maksud aslinya yang diberikan oleh penyampai.
      Prinsip lokalitas mengharuskan pendengar untuk melihat lingkungan yang terdekat. Apabila pendengar diperintah duduk, dia harus mencari kursi yang terdekat. Demikian pula orang yang disuruh menyalakan lampu kamar tamu, tentunya yang dimaksud ‘kamar tamu di rumah orang itu berada pada waktu ia diajak bicara’

      2.      Prinsip Analogi
      Prinsip analogi mengharuskan pendengar atau pembaca menginterpretasikan suatu nas seperti yang telah diketahui sebelumnya kecuali apabila ada pemberitahuan sebagian dari nas tersebut diubah. Disuatu tempat yang terpencil misalnya, terdapat seorang penjual bensin, bensin campur solar. Seorang pembeli bensin campur tentunya berdasarkan analogi dari pengalaman sebelumnya mengetahui bahwa penjual oli tersebut menjual bensin bercampur oli.

      Suatu wacana ditafsirkan dengan mengingat wacana lain yang semacam yang sudah pernah diketahui oleh pendengar dengan cara analogi. Pengalaman masa lalu yang relevan, bersama dengan prinsip lokalitas, akan mendorong analis berusaha menginterpretasikan sederetan kalimat dalam wacana diatas sebagai hubungan satu sama lain dalam satu lingkungan 

      Jumat, 10 Oktober 2014

      Contoh Proposal Kualitatif

      PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
      (PENELITIAN DESKRIPTIF KUALITATIF DI SD NEGERI 71 KOTA BENGKULU)
      Disusun Oleh :
      Nama Mahasiswa : Robertus T. Gagu
      NPM                          : A1G012150
      Dosen
      Prof. Dr. Rambat N.S, M.Pd
      PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
      FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
      UNIVERSITAS BENGKULU
      2013


      KATA PENGANTAR
      Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SD Negeri 71 Kota Bengkulu.
      “PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR (Studi Kasus di SD Negeri 71 Kota Bengkulu). Penelitian ini mengkaji dan mendeskripsikan pemanfaatan media pembelajaran di SD. Sebagaimana dituntut bahwa guru harus memiliki sumber daya untuk mengolah dan menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran sehingga proses belajar dapat efektif dan efisien sehingga mutu proses dan output pendidikan itu dapat meningkat.
      Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan meluangkan waktu demi kelancaram kegiatan penelitian ini,  antara lain :
      1.      Prof. Dr. Rambat Nur Sasongko,S.Pd selaku dosen pembimbing
      2.      Ibu Umi Salama,S.Pd, selaku Kepala SD Negeri 71 Kota Bengkulu
      3.      Keluarga Besar SD Negeri 71 Kota Bengkulu
      4.      Teman-teman PPGT angkatan tahun 2012 yang selalu setia membantu saya dalam pelaksanaan sampai pada penyusunan laporan penelitian ini.
      Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian  ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kirtik dan saran yang membangun. Akhir kata saya berharap semoga laporan ini  dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.






      BAB I
      PENDAHULUAN
      A.      Latar Belakang
      Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh pendidikannya, dan majunya pendidikan ditentukan oleh manusianya. Oleh karena itu, pendidikan butuh pembelajaran yang efektif dan efesien. Pembelajaran di Indonesia sudah bukan berpusat pada guru, tetapi siswa diminta untuk menemukan sendiri materi pemblejaran, sedangkan guru hanya memberikan garis besarnya. Di sini guru harus pintar dan kreatif dalam menemukan media pembelajaran untuk membantu pemahaman siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini saya memfokuskan bagaimana “Pemanfaatan Media Pembelajaran di SD Negeri 71 kota Bengkulu”.
      Menurut Gerlach dan Ely (1971:7)  media pembelajaran adalah segala seuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.
       Sebagaimana yang kita tahu, secara garis besar jenis-jenis media pembelajaran ada 4 jenis yaitu; I) Media Audio, II) Media Visual, III) Media Audio-visual dan IV) Media Multimedia.
      Pemanfaatan Media Pembelajaran tentunya mengembangkan pola pikir guru dan siswa. Guru kreatif dalam pemanfaatannya, dan tentunya guru tidak perlu terlalu banyak menghabiskan waktu untuk menjelas. Dan siswa, lebih cepat mengerti tentang materi yang diajar.
      Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang harus mendapat perhatian guru sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu tiap-tiap pendidik perlu mempelajari bagaimana menetapkan media pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar. Pada kenyataannya media pembelajaran masih sering terabaikan dengan berbagai alasan,diantaranya: terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar bagi guru sebagai pendidik, kesulitan untuk mencari model dan jenis media yang tepat, ketiadaan biaya yang sebagian dikeluhkan, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika setiap pendidik telah mempunyai pengetahuan dan ketrampilan mengenai media pembelajaran.
      B.       Rumusan Masalah
      1.         Rumusan Umum
      Secara umum penelitian ini, merumuskan bagaimanakah pemanfaatan media pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri 71 kota Bengkulu.
      2.         Rumusan Khusus
      Secara khusus penelitian ini merumuskan  :
      a)    Bagaimanakah Pemanfaatan media pembelajaran jenis media audio ?
      b)   Bagaimanakah pemanfaatan media pembelajaran jenis media visual ?
      c)    Bagaimanakah pemanfaatan media pembelajaran jenis media audio-visual ?
      d)   Bagaimanakah pemanfaatan media pembelajaran jenis media multimedia ?
      C.    Tujuan Penelitian
      1.         Tujuan umum
      Secara umum, penelitian ini untuk mendeskripsikan pemanfaatan media pembelajaran di Sekolah Dasar Negeri 71 Kota Bengkulu
      2.         Tujuan khusus
      Seacara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan :
      a)    Pemanfaatan media pembelajaran jenis media audio
      b)    Pemanfaatan media pembelajaran jenis media visual
      c)    Pemanfaatan media pembelajaran jenis media audio-visual
      d)   Pemanfaatan media pembelajaran jenis media multimedia
      D.    Manfaat Penelitian
      Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
      1.      Untuk Guru
      Penelitian ini mengkaji dan mendeskripsi cara kerja guru dalam memanfaatkan media pembelajaran dalam proses pembelajaran. Manfaat penelitian ini untuk guru adalah agar guru mampu memanfaatkan media pembelajaran sesuai dengan fungsi media tersebut, agar terciptanya pembelajaran yang efektif da efisien. Dengan penelitian ini juga besar harapan saya agar guru tidak banyak membuang waktu yang lama untuk berceramah.
      2.      Untuk Siswa
      Manfaat bagi siswa penelitian ini agar siswa mampu memahami tiap materi yang diajar dan lebih memahami lagi ketika dijelaskan dengan bantuan media pembelajaran. Selai itu manfaat lain agar siswa termotivasi dengan media yang ada.
      3.      Untuk Mahasiswa atau peneliti
      Sebagai calon guru, peneliti bisa mengklasifikasi dan membedakan pemanfaatan media pembelajara sesuai dengan jenis media tersebut. Peneliti lebih banyak lagi mengetahui dan menambah wawasan tentang kehidupan seorang guru ketika dihadapkan dengan paradigma-paradgima pendidikan yang baru. Agar ketika menjadi seorang guru, bisa memanfaatkan media pembelajaran dalam proses pembelajaran.
      BAB II
      KAJIAN PUSTAKA
      A.      Deskprisi Teoritik
      1.       Pengertian Media Pembelajaran
      Menurut Gagne (1970) media pembelajaran adalah berbagai komponen pada lingkungan belajar yang membantu pembelajar untuk belajar. Selain itu, Briggs (1997) mendefenisikan media sebagai sarana fisik yang digunakan untuk mengirim pesan kepada peserta didik sehingga mampu merangsang mereka untuk belajar.
      Media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam pembelajaran, sehingga bentuknya bisa berupa perangkat keras (hardware) seperti komputer, televisi, projektor dan perangkat lunak (software) yang digunakan pada perangkat keras itu.
      2.      Pemanfaatan Media Pembelajaran dalam proses pembelajaran
      Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran sangat-sangat membantu siswa dalam memperluas cakrawala sajian materi pembelajaran yang diberikan. Peserta didik akan memperoleh pengalaman beragam selama proses pembeljaran yang sangat berguna bagi peserta didik dalam menghadapi berbagai tugas dan tanggung jawab berbagai macam, baik dalam pendidikan, di keluarga dan di masyarakat.
      Pemanfaatan media pembelajaran, menyajikan sesuatu yang sulit diadakan di ruangan kelas, dikunjungi atau dilihat,baik karena ukurannya yang terlalu besar seperti sistem tatasurya, terlalu kecil seperti virus.
      Seperti yang telah dijelaskan di bagian latar belakang, bahwa secara garis besar media pembelajaran terdiri dari 4 jenis yaitu :
      a)         Media Audio
      Media auido merupakan media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik. Pengalaman belajar yang kaan didapatkan adalah dengan mengandalkan indera kemampuan pendengaran. Oleh karena itu, media audio hanya mampu memanipulasi kemampuan suara semata (Munadi,2008).
      Pemanfaatan media pembelajaran jenis media audio di SDN 71 Kota bengkulu tergambar ketika guru menjelaskan materi tentang makhluk hidup.Secara detailnya, siswa mampu membedakan bunyi suara masing-masing hewan. Guru mempengaruhi nalar siswa untuk membedakan suara hewan dengan memutar cd dan diperdengarkan suara hewan kepada siswa.
      Kita dapat melihat, siswa merasa senang dan pembelajaran menari, dan tentu tidak lari jauh dengan tujuan utamanya untuk membantu pemahaman siswa tentang materi itu.
      Selain itu dalam pelajaran Bahasa Inggris di kelas VI, siswa diperdengarkan cara pelafalan tentang abjad dalam bahasa Inggris.
      Dengan itu, pemanfaatan media jenis audio sangat-sangat efektif dan efisien dalam proses pembelajaran.
      b)        Media jenis visual
      Media visual merupakan jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera pengelihatan semata-mata dari peserta didik. Dengan media ini pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat tergantung pada kemampuan pengelihatannya.
      Pemanfaatan media visual di SD Negeri 71 Kota Bengkulu, sudah efektif dilakukan oleh guru. Guru yang sikap profesionalisme dan kompetensi dalam pembelajaran, sebab gurulah yang menjadi kunci yang amat menentukan proses, arah dan aktifitas pembelajaran itu.
      Pemanfaatan media visual di SD Negeri 71 Kota Bengkulu, dapat dilihat di pembelajaran IPA ketika guru menghadirkan gambar metamorfosis kupu-kupu. Dengan pertimbangan ketika guru menghadirkan kupu-kupu nyata, sangat membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu metamorfosis kupu-kupu yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dengan gambar ini, siswa dituntut untuk dapat memahami gambar itu.
      c)         Media  Audio-visual
      Media audio-visual merupakan jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan pengelihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan.
      Di SD Negeri 71 Kota Bengkulu, guru dapat dengan efektif dan efisien memanfaatkan media ini. Guru menampilkan video (suara dan gambar gerak). Pemanfaatan media ini, sebagian besar sangat konkret ketika ditampilkan.
      d)        Media Multimedia
      Media multimedia adalah medai yang melibatkan beberapa jenis media dan perlatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran. Pembelajaran multimedia melibatkan indera pengelihatan dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual gerak dan audio serta media interkatif berbasis komputer dan tekhnologi komunikasi dan informasi (Meyer 2009)
      Pemanfaatan media ini sudah sering dilaksanakan di SD Negeri 71 Kota Bengkulu dengan menampilkan materi yang diajarkan melalui projector atau infocus yang pastinya melalui program perangkat lunak komputer yaitu ms. Power Point. Sehingga, guru tidak terlalu banyak mencatat materi di papan tulis,dan dapat menghilangkan kebiasaan siswa yang terlalu banyak menulis panjang lebar di buku catatan mereka.
      B.       Hasil Penelitian yang Relevan
      Penelitian tentang pemanfaatan media dalam proses pembelajaran telah banyak dilakukan. Seperti yang telah dilakukan oleh Kuswinarti yang berjudul PEMANFAATAN MEDIA PEMEBLEJARA DI SEKOLAH DASAR pada tahun 2009. Hasil penelitian yang ditulis oleh Kuswinarti membahas tentang bagaimana penggunaan media itu dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu ia juga menitikberatkan penelitiannya pada penggunaan media film khususnya pada pokok bahasan Konflik Sosial.
      Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Maulida yang berjudul PERANAN PENGGUNAAN MULTIMEDIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN SOSIOLOGI TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS X (Maulida,2007). Penelitian tersebut menitikberatkan pada pemanfaatan multimedia dalam pembelajaran Sosiologi di kelas. Pembelajaran berbasis multimedia merupakan rangkaian dari beberapa jenis media yang menjadi satu paket setting media yang digunakan dalam pembelajaran. Berarti dalam pembelajaran dapat digunakan berbagai media sesuai dengan sarana prasarana yang memadai di sekolah tersebut.
      Dalalam penelitian tersebut peniliti mencoba untuk menghubungkan pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa.. Dalam penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan berbagai macam media yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran yang tepat disekolah. Penggunaan media ini khususnya adalah media yang digunakan di SMA N 1 Bobotsari.
      Sejauh mana kesamaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain bahwa, pemanfaatan media pembelajaran memiliki manfaat yang besar terhadap perkembangan siswa dan terhadap kreatifitas guru. Media pembelajaran dapat memberikan pengalaman belajar yang langsung kepada siswa, dengan demikian siswa akan merasakan dan melihat secara langsung keterkaitan antara teori dan praktik atau memahami aplikasi ilmunya di lapangan (Midun,2009).
      BAB III
      METODE PENELITIAN
      A.      Pendekatan Penelitian
      Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus, penelitian ini berupaya untuk menjelaskan dan mencoba mendeskripsi dan mempelajarai pemanfaatan media pembelajaran di SD Negeri 71 Kota Bengkulu. (Yin,2003) mendefenisikan studi kasus merupakan seuatu penelitian yang empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dengan konteks tidak tampak dengan tegas, dan multisumber digunakan. Selain itu, Cresswel menjelaskan studi kasus terjadi ketika peneliti melakukan eksplorasi terhadap entitas atau fenomena tunggal (the case) yang dibatasi oleh waktu, aktivitas dan pengumpulan detail informasi dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama waktu tersebut (Cresswel, 1994:11).
      Metode ini pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.Jika dibandingkan dengan studi empiris, studi kasus memiliki perbedaan tersendiri. Jika studi empiris hanya melihat fenomena yang benar-benar terjadi. Studi kasus lebih menginvestigasi fenomena terkini yang sedang terjadi namun tidak jelas batasan antara fenomena dan konteksnya (Yin, 2003 : 13). Sehingga terlihat bahwa studi kasus melihat dan menyelediki fenomena empiris lebih dalam lagi untuk memahami konteks dan fenomenanya. Dengan begitu kita dapat mengetahui seberapa kuat relasi kasus dengan fenomena yang sedang diteliti.
      Studi kasus merupakan metodologi penelitian dengan menggunakan satu kasus atau lebih untuk membuktikan teori yang terjadi pada kehidupan nyata. Studi kasus mampu mempelajari dan membedakan antara fenomena dan konteks sehingga memperdalam pengetahuan. Maka dari itu studi kasus sangat dibutuhkan terutama dalam penelitian ini,  karena mampu menjelaskan penggunaan teori secara faktual. Dalam penelitian ini, peneliti beranggapan bahwa studi kasus mampu menciptakan pemahaman mendalam terhadap objek atau fenomena yang diteliti. Namun penggunaannya membutuhkan perhatian khusus sehingga tidak membuat penelitian semakin rancu dan membuat peneliti mampu memperdalam penjelasan terhadap fenomena yang diteliti yang dalamhal ini bagaiman melihat pemanfaatan media pembelajaran di SD Negeri 71 Kota Bengkulu.
      Peneliti menggunakan metode ini karena peneliti ingin mempelajari pemanfaatan media pembelajaran di SDN 71 Kota Bengkulu, dengan alasan banyak guru yang kurang mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran. Di sisi lain, peneliti melihat banyak siswa yang menganggap media – media ini hanyalah sebuah permainan, maka sebagian besar siswa tidak memahami bagaimana dampak bagi perkembangan pemahaman siswa jika guru menjelaskan materi dengan media pembelajaran.
      B.       Subjek Penelitian
      Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa SD Negeri 71 Kota Bengkulu. Sesuai dengan penjelasan awal, bahwa guru harus memiliki kreatifitas untuk menyampaikan materi pembelajaran dengan bantuan media pembelajaran yang relevan. Alasan subjek peneltian yang pertama adalah guru karena, yang mengatur segala macam proses pembelajaran adalah seorang guru, di sini guru bisa disebut sebagai pelaku utama (the main actor) dalam proses pembelajaran. Guru yang pertama dan utama dalam memanfaatkan media pembelajaran dalam proses pembelajaran. Peran guru di sini sangatlah penting, bagaimana cara seorang guru menjelaskan materi ajar dengan bantuan media pembelajaran sehingga mampu memanfaatkan media itu dengan efektif dan efesien yang dapat membuat siswa memahami materi yang diajarkan.
      Alasan memilih siswa sebagai subjek penelitian yang kedua di sini adalah, karena siswa merupakan sasaran dan penentu keberhasilan apa yang sudah dikerjakan seorang guru. Apakah dengan media yang telah diberikan siswa mampu memahami materi yang diajarkan. Diakhir pelajaran diadakan evaluasi atau tes, yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam mencermati dan memahami penjelasan dan penguasaan materi, selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk menilai keberhasilan seorang guru dalam menjelaskan materi ajar dengan pemanfaatan mediapembelajaran.
      Selain kedua subjek pokok di atas, penelti juga melihat data-data skunder atau pendukung yaitu media pembelajaran yang ada di SD Negeri 71 Kota Bengkulu. Apakah media-media pembelajaran yang ada sudah mendukung akan keberhasilan pendidikan sekolah.
      C.       Teknik Pengumpulan Data
      1.      Metode Interview (Wawancara)
      Peneliti memilih metode wawancara dalam penelitian ini untuk mengetahui sebagaimana pemanfaatan media pembelajaran di SD Negeri 71 Kota Bengkulu. Sesuai dengan subjek penelitian bahwa wawancara dilakukan kepada 2 subjek yaitu guru dan siswa. Untuk memperoleh data yang real, peneliti melakukan wawancara dengan spontan atau tidak terpimpin namun masih memperhatikan fokus penelitian yang diteliti. Peneliti melontarkan beberapa pertanyaan kepada guru dan siswa, tentang bagaimana pemanfaatan media pembelajaran? Apakah media yang ada mendukung? Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain.
      Metode ini bermanfaat bagi peneliti karena bisa menggali informasi tentang topik penelitian secara mendalam, bahkan bisa mengungkap hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan oleh peneliti itu sendiri. Karena sesuai dengan jenis wawancara bahwa metode wawancara dibagi menjadi 2 jenis dilihat dari pertanyaannya yaitu, wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti mengambil metode wawancara yang terstruktur dimana peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. (Hariwijaya 2007: 65).  
      2.      Metode Observasi
      Metode yang kedua adalah metode observasi atau pengamatan secara langsung kepada objek penelitian. Peneliti menggunakan metode ini untuk merekam secara langsung terkait pemanfaatan media pembelajaran di SD Negeri 71 Kota Bengkulu. Sesuai dengan rencana penelitian ini yang secara sistematik dilaksanakan maka, sangat tepat peneliti menggunakan metode ini.
      Setidaknya, berdasarkan keterlibatan peneliti dalam interaksi dengan objek penelitiannya, terdapat dua jenis observasi (Hariwijaya 2007: 74).  Yaitu, observasi partisipan dan observasi nonpartisipan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis observasi partisipan yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara terlibat langsung dalam interaksi dengan objek penelitiannya. Dengan kata lain, peneliti ikut berpartisipasi sebagai anggota kelompok yang diteliti. Sesuai dengan jenis metode yang dipilih, di sini peneliti ikut berpartisipasi dalam mengamati proses pembelajaran Matematika kelas VI di SD Negeri 71 Kota Bengkulu. Di sini saya bisa melihat bagaimana seorang guru dengan efektif memanfaatkan media pembelajaran.
      3.      Metode Dokumentasi
      Metode dokumentasi merupakan metode penelitian terakhir yang saya gunakan. Dengan metode ini, saya bisa mengkaji media-media pembelajaran yang mendukung dalam proses pembelajaran di SD Negeri 71 Kota Bengkulu. Melalui metode ini saya memperoleh sesuatu yang akurat berupa, dokumen, buku-buku pelajaran, surat kabar, dan dokumen-dokumen yang lainnya. Dengan digunakannya metode ini, saya memperoleh gambar hasil potret bagaimana pemanfaatan media pembelajaran di SD Negeri 71 Kota Bengkulu. Media ini membantu saya memperoleh data yang akurat, tentang bagaimana pemanfaatan media audio, visual, auidio-visual dan multimedia dalam proses pembelajaran.
      Manfaat metode ini, saya bisa memperoleh hasil dokumentasi dengan data yang memperkuat apa yang telah diwawancara dan diamati. Jadi di sini, tak ada dugaan mengada-ada data ketika disertai dengan wujud nyata penelitian saya.
      D.      Pengembangan Alat Pengumpulan Data
      1.      Menyusun Kisi- Kisi
      No
      Rumusan Masalah
      Variabel
      Indikator
      Rumusan Pertanyaan
      1.
      Bagaimanakah Pemanfaatan media pembelajaran jenis media audio?
      Bentuk pemanfaatan media pembelajaran jenis audio?
      1.       Pemanfaatan oleh guru
      2.       Pemahaman siswa
      1.Bagaimana pemanfaatan  
         media audio oleh guru?
      2.Bagaimana pemahaman
         siswa melalui media
         pembelajaran jenis media
         audio?
      2.
      Bagaimanakah pemanfaatan media pembelajaran jenis media visual?
      Bentuk pemanfaatan media pembelajaran jenis visual?
      1.       Pemanfaatan oleh guru
      2.       Pemahaman siswa
      1.Bagaimana pemanfaatan
         media visual oleh guru?
      2.Bagaimana pemahaman
         siswa melalui media
         pembelajaran jenis media
         visual?
      3.
      Bagaimanakah pemanfaatan media pembelajaran jenis media audio-visual?
      Bentuk pemanfaatan media pembelajaran jenis audio-visual?
      1.       Pemanfaatan oleh guru
      2.       Pemahaman siswa
      1.Bagaimana pemanfaatan
        media audio-visual oleh guru?
      2.Bagaimana pemahaman
         siswa melalui media
         pembelajaran jenis media
         audio-visual?
      4.
      Bagaimanakah pemanfaatan media pembelajaran jenis media multimedia?
      Bentuk pemanfaatan media pembelajaran jenis multimedia?
      1.        Pemanfaatan oleh guru
      2.        Pemahaman siswa
      1.Bagaimana pemanfaatan
         media multimedia oleh guru?
      2.Bagaimana pemahaman
         siswa melalui media
         pembelajaran jenis media  
         multimedia?
      2.      Merumuskan pertanyaan penelitian
      Pertanyaan-pertanyaan adalah salah satu cara untuk mendapatkan data dari narasumber. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber seputar :
      a)    Bagaimana pemanfaatan media audio oleh guru?
      b)   Bagaimana pemahaman siswa melalui media pembelajaran jenis media audio?
      c)    Bagaimana pemanfaatan media visual oleh guru?
      d)   Bagaimana pemahaman siswa melalui media pembelajaran jenis media visual?
      e)    Bagaimana pemanfaatan media audio-visual oleh guru?
      f)    Bagaimana pemahaman siswa melalui media pembelajaran jenis media audio-visual?
      g)   Bagaimana pemanfaatan media multimedia oleh guru?
      h)   Bagaimana pemahaman siswa melalui media pembelajaran jenis media multimedia?
      3.      Uji alat pengumpulan data
      a)      Melalui peritimbangan pakar
      b)      Melalui Uji Coba
      c)      Teknik Analisis Data
      E.       Teknik Analisis Data
      Marshall dan Rossman mengajukan teknik analisa data kualitatif untuk proses analisis data dalam penelitian ini. Dalam menganalisa penelitian kualitatif  terdapat beberapa tahapan-tahapan yang perlu dilakukan (Marshall dan Rossman dalam Kabalmay, 2002), diantaranya  :
      1.    Mengorganisasikan Data
      Peneliti mendapatkan data langsung dari subjek melalui wawancara mendalam (indepth inteviwer), dimana data tersebut direkam dengan tape recoeder dibantu alat tulis lainya. Kemudian dibuatkan transkipnya dengan mengubah hasil wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim. Data yang telah didapat dibaca berulang-ulang agar penulis mengerti benar data atau hasil yang telah di dapatkan.
      2.    Pengelompokan berdasarkan Kategori, Tema dan pola jawaban
      Pada tahap ini dibutuhkan pengertiaan yang mendalam terhadap data, perhatiaan yang penuh dan keterbukaan terhadap hal-hal yang muncul di luar apa yang ingin digali. Berdasarkan kerangka teori dan pedoman wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam mekukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti kemudian kembali membaca transkip wawancara dan melakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan. Data yang relevan diberi kode dan penjelasan singkat, kemudian dikelompokan atau dikategorikan berdasarkan kerangka analisis yang telah dibuat.
      Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara berdasarkan pemahaman terhadap hal-hal diungkapkan oleh responden. Data yang telah dikelompokan tersebut oleh peneliti dicoba untuk dipahami secara utuh dan ditemukan tema-tema penting serta kata kuncinya. Sehingga peneliti dapat menangkap penagalaman, permasalahan, dan dinamika yang terjadi pada subjek.
      3.    Menguji Asumsi atau Permasalahan yang ada terhadap Data
      Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pada tahap ini kategori yang telah didapat melalui analisis ditinjau kemabali berdasarkan landasan teori yang telah dijabarkan dalam bab II, sehingga dapat dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai. Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan teori dapat dibuat asumsi-asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep dan factor-faktor yang ada.
      4.    Mencari Alternatif Penjelasan bagi Data
      Setelah kaitan antara kategori dan pola data dengan asumsi terwujud, peneliti masuk ke dalam tahap penejelasan. Dan berdasarkan kesimpulan yang telah didapat dari kaitanya tersebut, penulis merasa perlu mencari suatau alternatif penjelasan lain tetnag kesimpulan yang telah didapat. Sebab dalam penelitian kualitatif memang selalu ada alternatif penjelasan yang lain. Dari hasil analisis, ada kemungkinan terdpat hal-hal yang menyimpang dari asumsi atau tidak terfikir sebelumnya. Pada tahap ini akan dijelaskan dengan alternatif lain melalui referensi atau teori-teori lain. Alternatif ini akan sangat berguna pada bagian pembahasan, kesimpulan dan saran.
      5.    Menulis Hasil Penelitian
      Penulisan data subjek yang telah berhasil dikumpulkan merupakan suatu hal yang membantu penulis unntuk memeriksa kembali apakah kesimpulan yang dibuat telah selesai. Dalam penelitian ini, penulisan yang dipakaiadalah presentase data yang didapat yaitu, penulisan data-data hasil penelitian berdasarkan wawancara mendalam dan observasi dengan subjek dan significant other. Proses dimulai dari data-data yang diperoleh dari subjek dan significant other, dibaca berulang kali sehinggga penulis mengerti benar permasalahanya, kemudian dianalisis, sehingga didapat gambaran mengenai penghayatan pengalaman dari subjek. Selanjutnya dilakukan interprestasi secara keseluruhan, dimana di dalamnya mencangkup keseluruhan kesimpulan dari hasil penelitian.
      F.        Teknik Keabsyahan Data
      Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitataif. Yin (2003) mengajukan emmpat kriteria keabsahan dan keajegan yang diperlukan dalam suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah Sebagai berikut :
      1.    Keabsahan Konstruk (Construct validity)
      Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastiaan bahwa yang berukur benar- benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan proses triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau Sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (Sulistiany,1999) ada 4 macam triangulasi Sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu :
      b.         Triangulasi data
      Mengguanakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.
      c.         Triangulasi Pengamat
      Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing studi kasus bertindak Sebagai pengamat (expert judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.
      d.        Triangulasi Teori
      Penggunaan berbagai teori yang berlaianan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada bab II untuk dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.
      e.         Triangulasi metode
      Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancra dilakukan.
      2.    Keabsahan Internal (Internal validity)
      Keabsahan internal merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivitas dalam melakukan penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan lain yang berbeda.
      3.    Keabsahan Eksternal (Eksternal validity)
      Keabsahan ekternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian kualitatif memeiliki sifat tidak ada kesimpulan yang pasti, penelitiaan kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan ekternal terhadap kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.
      4.    Keajegan (Reabilitas)
      Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila mengulang penelitian yang sama, sekali lagi.
                Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan peneliti selanjutnya memeperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menujukan bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan data.
      DAFTAR PUSTAKA
      Asyhar, 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran.Jakarta: Gaung Persada Press
      Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif : Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang. YA3
      Rohidi, 1992. Analisis Data Kualitatif. UI. Press, Jakarta
      Miles, Matthew B dan huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta. Universitas Indonesia Press